Surabaya (Antara Jatim) - Ketua Persatuan Wartawan Indonesia Jawa Timur Akhmad Munir menyatakan
pers saat ini sudah semakin dewasa dalam menyikapi dan mengangkat berita
terkait perundungan atau bullying yang berkembang di masyarakat maupun
di media sosial.
"Pers dalam memproduksi berita terkait masalah perundungan yang
diperoleh dari media sosial sudah sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik
yang ada," kata Munir saat menjadi pembicara dalam acara Diskusi
"Bullying dalam Bingkai Berita" yang diadakan LPM Acta Surya,
Stikosa-AWS di Surabaya, Selasa.
Dia menjelaskan, kasus perundungan sudah lama terjadi. Namun sampai
sekarang menjadi bahan berita. Hal itu, kata dia, karena kemajuan
teknologi dengan adanya internet dan media sosial.
Kemajuan teknologi itulah yang dipakai media seperti televisi untuk
menjadikan sesuatu yang viral di medsos menjadi agenda setting redaksi.
"Hal itu untuk mendekatkan perusahaan pers dengan pembaca,
pendengar atau penikmatnya. Media mengikuti viral agar dekat dengan
masyarakat," kata Kepala Perum LKBN Antara Biro Jawa Timur itu.
Selain itu, tema perundungan diangkat di media massa karena
mengandung tema yang mengundang kemanusiaan. Ada rasa marah sehingga
diangkat media.
"Persoalannya, ketika media itu mengabaikan kode etik maupun UU
Penyiaran. Dalam kode etik, ketika anak korban di bawah umur, nama,
wajah tidak boleh ditampilkan di media. Namun TV sekarang sudah dewasa.
Media televisi berusaha taat kode etik," ujarnya.
Pers, kata Munir, haruslah mendorong terjadinya penegakan hukum
kepada para pelaku perundungan. Dia menilai penegakan hukum kurang tegas
sehingga muncul lagi perilaku perundungan.
"Selain itu pers juga harus mendorong peran keluarga, guru dan
institusi untuk memperkuat karakter agar tak terjadi perilaku
perundungan," ucapnya.
Senada dengan Munir, Dosen Stikosa-AWS yang juga praktisi media,
Sirikit Syah menyatakan di media "mainstream" hampir tidak mungkin ada
tindakan perundungan. Itu disebabkan adanya kode etik yang ketat.
Namun Sirikit menilai media massa masih bisa melakukan perundungan
terhadap objek yang menjadi sasaran. Contoh korban perundungan oleh
media massa adalah Mantan Presiden Indonesia ke-4 KH Abdurrahman Wahid
atau Gus Dur.
"Pada rentang tahun 1999-2001 atau ketika Gus Dur menjabat sebagai
presiden, Gus Dur benar-benar menjadi bulan-bulanan media. Sampai
sekarang anaknya masih menjadi korban, walau isu yang dilemparkan tak
pernah terbukti," kata dia.
Di luar pemberitaan, Sirikit mengemukakan, media TV kerap memberi
tayangan perundungan pada program hiburan seperti halnya kompetisi
menyanyi.(*)
Ketua PWI Jatim: Pers Dewasa Menyikapi Berita Perundungan
Selasa, 26 September 2017 19:50 WIB
"Pers dalam memproduksi berita terkait masalah perundungan yang diperoleh dari media sosial sudah sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik yang ada," kata Munir saat menjadi pembicara dalam acara Diskusi "Bullying dalam Bingkai Berita" yang diadakan LPM Acta Surya, Stikosa-AWS di Surabaya, Selasa.