Surabaya (Antara Jatim) - Ketua Kelompok Kerja Industri Padat Karya Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Benny Soetrisno mengatakan industri padat karya seperti kosmetik dan jamu saat ini masih mengalami beberapa kendala, salah satunya masalah regulasi.
"Selain itu birokrasi perizinan, wilayah kewenangan yang tidak tepat, serta banyaknya penyelundupan, dan maraknya kosmetik ilegal juga menjadi kendala, padahal industri ini merupakan salah satu sektor yang diharapkan dapat menyerap banyak tenaga kerja di Indonesia," kata Benny di Surabaya, Rabu.
Meski demikian, Benny optimistis industri sektor padat karya itu masih berpeluang menjadi unggulan khususnya di kawasan Asia Tenggara dan menyerap tenaga kerja di Indonesia.
Sebab, kata dia, hingga saat ini diakui industri padat karya masih menjadi tulang punggung negara, dan berpeluang membuka kesempatan kerja bagi masyarakat Indonesia.
"Dengan meningkatnya jumlah usaha industri di Indonesia, otomatis ikut menurunkan angka kemiskinan yang disebabkan tingginya pengangguran," katanya.
Benny mengakui, para pelaku industri jamu dan kosmetik saat ini masih mengeluhkan rumitnya aturan yang harus mereka lalui. Salah satunya, aturan mengenai lokasi usaha yang harus berada di kawasan industri padahal usaha mereka bukan sebuah usaha yang baru didirikan.
Kemudian, kata dia, persoalan kewenangan pengelolaan industri kosmetik yang seharusnya berada di bawah Kementerian Perindustrian, tetapi justru di ambil alih Kementerian Kesehatan.
"Seharusnya Kemenkes cukup membuat standarisasi pembuatan jamu, bukan izin usahanya," katanya.
Sementara data dari Kementerian Industri tercatat ekspor kosmetik Indonesia nilainya pada tahun 2015 mencapai 818 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp11 triliun. Tahun 2016 lalu ada kenaikan 10 persen.
Kinerja ekspor itu lebih besar dibandingkan nilai impor yang sebesar 441 juta dolar AS, sehingga neraca perdagangan produk kosmetik mengalami surplus sekitar 85 persen.(*)