Surabaya (Antara Jatim) - Legislator meminta Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya untuk memperbanyak
pembangunan bosem atau waduk guna mencegah bencana banjir di sejumlah
kawasan.
"Sesuai fungsinya keberadaan bosem bisa menahan gravitasi air, sehingga air tidak mengalir begitu saja," kata anggota Komisi C Bidang Pembangunan DPRD Surabaya, Vinsensius Awey di Surabaya, Jumat.
Selain itu, lanjut dia, pemerintah kota juga perlu menambah pintu air dan rumah pompa karena kontur daratan di kota Pahlawan yang berada di bawah permukaan air laut, mengakibatkan sejumlah kawasan rawan banjir.
"Tinggi daratan dan permukaan laut tak terpaut jauh. Makanya kadang ada banjir rob," katanya.
Awey mengatakan beberapa kawasan di Surabaya yang rentan terjadi bencana banjir meliputi wilayah Asemrowo, Sumberejo, Tambaklangon, dan Romokalisari. Selain kontur daratan, persoalan lain yang memicu terjadinya banjir adalah masih banyaknya saluran air yang tidak terkoneksi dan buntu.
"Antara saluran primer, sekunder dan tersier masih banyak yang tidak nyambung," ujarnya.
Selain itu, sejumlah saluran air yang ada lebarnya juga berbeda-beda. Kawasan yang sering terjadi disparitas luasan saluran, yakni kawasan pemukiman padat dengan perumahan.
"Saluran pemukiman biasanya lebih kecil, sehingga tak mampu menampung derasnya air," ujarnya.
Namun demikian, Vinsensius Awey mengakui pemerintah kota terus berupaya mengatasi persoalan banjir di wilayahnya. Berdasarkan rencana, untuk mencegah terjadinya banjir di sejumlah kawasan kota, pada tahun 2017, pemkot setempat berencana membangun sejumlah sarana dan prasarana pematusan.
"Anggarannya lebih tinggi dari tahun lalu. Artinya, ada upaya pengendalian banjir," katanya.
Awey mengungkapkan dalam menangani masalah banjir, Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan Surabaya menganggarkan sejumlah dana, di antaranya sekitar Rp130 miliar untuk pemeliharaan atau rehabilitasi saluran drainase dan bosem.
"Sedangkan, untuk pembangunan dan penyediaan sarana dan prasarana pematusan, Dinas Cipta Karya menganggarkan Rp231 miliar," katanya. (*)
"Sesuai fungsinya keberadaan bosem bisa menahan gravitasi air, sehingga air tidak mengalir begitu saja," kata anggota Komisi C Bidang Pembangunan DPRD Surabaya, Vinsensius Awey di Surabaya, Jumat.
Selain itu, lanjut dia, pemerintah kota juga perlu menambah pintu air dan rumah pompa karena kontur daratan di kota Pahlawan yang berada di bawah permukaan air laut, mengakibatkan sejumlah kawasan rawan banjir.
"Tinggi daratan dan permukaan laut tak terpaut jauh. Makanya kadang ada banjir rob," katanya.
Awey mengatakan beberapa kawasan di Surabaya yang rentan terjadi bencana banjir meliputi wilayah Asemrowo, Sumberejo, Tambaklangon, dan Romokalisari. Selain kontur daratan, persoalan lain yang memicu terjadinya banjir adalah masih banyaknya saluran air yang tidak terkoneksi dan buntu.
"Antara saluran primer, sekunder dan tersier masih banyak yang tidak nyambung," ujarnya.
Selain itu, sejumlah saluran air yang ada lebarnya juga berbeda-beda. Kawasan yang sering terjadi disparitas luasan saluran, yakni kawasan pemukiman padat dengan perumahan.
"Saluran pemukiman biasanya lebih kecil, sehingga tak mampu menampung derasnya air," ujarnya.
Namun demikian, Vinsensius Awey mengakui pemerintah kota terus berupaya mengatasi persoalan banjir di wilayahnya. Berdasarkan rencana, untuk mencegah terjadinya banjir di sejumlah kawasan kota, pada tahun 2017, pemkot setempat berencana membangun sejumlah sarana dan prasarana pematusan.
"Anggarannya lebih tinggi dari tahun lalu. Artinya, ada upaya pengendalian banjir," katanya.
Awey mengungkapkan dalam menangani masalah banjir, Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan Surabaya menganggarkan sejumlah dana, di antaranya sekitar Rp130 miliar untuk pemeliharaan atau rehabilitasi saluran drainase dan bosem.
"Sedangkan, untuk pembangunan dan penyediaan sarana dan prasarana pematusan, Dinas Cipta Karya menganggarkan Rp231 miliar," katanya. (*)