Madiun, (Antara Jatim) - Perjalanan panjang kasus penyimpangan proyek pembangunan Pasar Besar Madiun (PBM) yang menyeret Wali Kota Madiun, Jatim, Bambang Irianto sebagai tersangka dugaan gratifikasi mulai mendekati klimaks.
Butuh waktu empat tahun hingga akhirnya badan penegak hukum yang menanganinya berani memunculkan pihak yang dianggap paling bertanggung jawab, meski dari awal tim Kejaksaan Negeri setempat telah turun dan sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) antikorupsi di Madiun juga menyuarakan jika ada dugaan penyimpangan dari proyek tersebut.
Penyelidikan dugaan korupsi PBM semula dilakukan Kejaksaan Negeri (Kejari) Madiun pada Februari 2012. Karena alasan normatif dan diduga ada kepentingan lain, penyelidikan diambil alih Kejati Jawa Timur, Juni 2012. Namun, Kejati malah menghentikannya.
Padahal, kala itu Kejari Madiun telah memiliki bukti yang cukup dalam proses penyelidikan kasus tersebut. Di antaranya keterangan sejumlah saksi, penyelidikan fisik bangunan pasar, dan kajian teknis oleh tim ahli dari Universitas Brawijaya (UB) Malang.
Kejari Madiun telah memintai keterangan pejabat dan staf instansi yang terkait, yakni dari Dinas Pekerjaan Umum Kota Madiun selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK); Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kota Madiun; Manajemen Konstruksi (MK) dari PT Pandu Persada, Bandung; PT Lince Romauli Raya (LRR), Jakarta, selaku pelaksana proyek; dan pengusaha lokal yang ditunjuk sebagai manajer proyek terakhir yang menangani PBM dan diberi kuasa PT Lince Romauli Raya.
Kajian teknis dari UB Malang kala itu menyatakan ada sejumlah bangunan yang secara kuantitas dan kualitas tidak sesuai dengan perencanaan. Hasil kajian itu semestinya bisa menjadi bukti untuk meneruskan proses hukum selanjutnya.
Koordinator LSM Wahana Komunikasi Rakyat (WKR) Budi Santoso menduga ada konspirasi dibalik penghentian kasus saat itu.
"Kami tidak percaya dengan kejaksaan (Kejati Jatim), makanya kami melaporkan ke KPK, setelah kasus PBM dihentikan pada akhir tahun 2012," ungkapnya.
Pihaknya berharap penyelidikan kasus tersebut bisa dilakukan kembali jika ditemukan bukti-bukti baru yang kuat.
Hingga tanpa diduga, pada Agustus 2015, tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tiba-tiba menyelidiki kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Pasar Besar Madiun senilai Rp76,5 miliar yang sebelumnya dihentikan oleh Kejati Jatim tersebut.
Penyelidikan setahun yang lalu itu dilakukan dengan memanggil sejumlah pejabat Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Madiun yang dulu menjabat saat pembangunan megaproyek tersebut berlangsung dengan meminjam tempat di Mapolres Madiun Kota.
Adapun, sejumlah pejabat Pemkot Madiun yang dipanggil untuk diperiksa saat itu adalah, Direktur Perusahaan Daerah Aneka Usaha Trubus Reksodirjo yang pada waktu itu menjabat sebagai Kepala DPU Kota Madiun. Serta Purwanto Anggoro alias Ipung yang saat itu berperan sebagai ketua panitia pengadaan.
Selain itu, juga diperiksa Dodo Wikanuyoso selaku Kepala Bidang Cipta Karya, Sekretaris Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (saat ini Kepala Pelaksana BPBD) Suwarno yang dulu merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek Pasar Besar Madiun, serta M Ali Fauzi yang dulu ditunjuk selaku manajer proyek Pasar Besar Madiun. Mereka semua diperiksa sebagai saksi.
Tepat sekitar sebulan dari pemeriksaan sejumlah pejabat di Madiun tersebut, Wali Kota Madiun Bambang Irianto dipanggil KPK untuk diperiksa di Jakarta dalam kapasitas sebagai saksi. Setelah itu, kasus dugaan korupsi PBM kembali hilang tak terdengar kelanjutannya.
Ditetapkan Tersangka KPK
Satu tahun berselang, tepatnya pada tanggal 17 Oktober 2016, tim KPK kembali membuat kaget warga Kota Madiun dengan melakukan penggeledahan di sejumlah lokasi.
Yakni di ruang kerja Wali Kota Madiun Bambang Irianto, rumah dinas, rumah pribadinya, rumah anaknya Bonnie Laksamana, dan kantor PT Cahaya Terang Satata miliknya. Sedangkan di Jakarta, penyidik menggeledah PT Lince Romauli Raya.
Di hari yang sama, orang nomor satu di Kota Madiun tersebut juga ditetapkan KPK sebagai tersangka. KPK telah memiliki alat bukti yang kuat untuk menjerat Bambang Irianto sebagai tersangka dalam proyek senilai Rp76,5 miliar itu.
Selama menjadi Wali Kota Madiun 2009-2014, ia diduga dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, dan persewaan terkait proyek. Padahal, saat itu, dia hanya ditugaskan mengurus dan mengawasi.
Tidak hanya ruang kerja wali kota dan rumah pribadinya. Komisi antirasuah itu juga menggeledah kantor dinas pekerjaan umum (DPU) Kota Madiun pada hari kedua berada di Kota Madiun.
Dari sejumlah lokasi tersebut, penyidik KPK telah membawa banyak dokumen dan sejumlah barang elektronik yang dinilai berhubungan dengan pembangunan Pasar Besar Madiun.
Sejalan dengan itu, tim penyidik KPK kembali melanjutkan pemeriksaan sejumlah saksi kasus tersebut. Pemeriksaan dilakukan pada Jumat (21/10) dengan meminjam lokasi Mako Satbrimob Polda Jatim Detasemen C Pelopor di Jalan Yos Sudarso Kota Madiun.
Ada sekitar sembilan pejabat dan mantan pejabat di lingkungan Pemkot Madiun yang menjalani pemeriksaan tahap kedua di Madiun tersebut.
Mereka antara lain, Kepala Pelaksana BPBD Suwarno yang dulu sebagai sekretaris panitia pengadaan Pasar Besar Kota Madiun periode 2009-2012, Kabid Tata Kota Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Effendi yang dulu sebagai Kabid Cipta Karya DPU, Kasi Sarpras Dikbudpora Kusnadi yang dulu sebagai anggota panitia pengadaan Pasar Besar Kota Madiun periode 2009-2012.
Kemudian, Kasubbag Penyusunan Program Kegiatan dari Bagian Administrasi dan Pembangunan Budi Agung Wicaksono yang dulu sebagai anggota panitia pengadaan Pasar Besar Kota Madiun periode 2009-2012, Kasi Pengawasan Pembangunan Bidang Tata Kota DPU yang dulu sebagai anggota panitia pengadaan Pasar Besar Kota Madiun periode 2009-2012.
Serta, Purwanto Anggoro Rahayu alias Ipung yang dulu merupakan ketua panitia pengadaan Pasar Besar Kota Madiun periode 2009-2012 serta Ketua DPU Kota Madiun yang sekarang Agus Siswanta.
Dari sekian pejabat dan mantan pejabat yang memenuhi panggilan KPK, hanya Ipung yang telah menjalani pemeriksaan dua kali. Pertama diperiksa pada Agustus tahun 2015 di Mapolres Madiun Kota dan kedua kemarin pada 21 Oktober 2016 di Mako Brimob Madiun. Kesemuanya masih dalam kapasitas sebagai saksi.
Ipung selaku ketua panitia pengadaan sekaligus mantan Ketua DPU Kota Madiun tersebut memilih bungkam saat dimintai keterangan oleh wartawan di sela jam istrihat pemeriksaan. Ia mengaku lupa berapa pertanyaan yang dilontarkan tim penyidik KPK kepadanya.
"Pokoknya ada banyak pertanyaan, saya sudah lupa," ucap Ipung irit kata, sambil berlalu.
Hal yang sama diungkapkan oleh Kepala DPU Kota Madiun Agus Siswanta. Ia juga enggan berkomentar dengan alasan bukan kapasitasnya.
"Saya tidak diperiksa. Saya hanya dimintai keterangan saja karena yang diperiksa itu kebanyakan dari dinas saya. Tadi dipanggil tiba-tiba karena ada berkas yang kurang," kilah Agus.
Ia terlihat agak santai lantaran saat proyek itu dilidik, pihaknya belum menjabat sebagai kepala DPU. Saat itu ia mengaku masih bertugas sebagai Sekretaris Bappeda Kota Madiun.
Menurut informasi yang ada di lapangan, KPK akan melakukan pemanggilan lagi terhadap sejumlah pejabat lainnya pada Rabu tanggal 26 Oktober 2016.
Siap Ditahan KPK
Sementara, Wali Kota Madiun Bambang Irianto menyatakan siap ditahan menyusul status dirinya yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan korupsi dan gratifikasi proyek pembangunan Pasar Besar Madiun (PBM) senilai Rp76,5 miliar.
Dalam sejumlah kegiatan resminya, Wali Kota dua periode tersebut selalu menyempatkan diri untuk mengucapkan pesan perpisahan kepada masyarakat di sela sambutan yang dibacakannya.
"Beberapa hari ini bintangnya di televisi adalah Wali Kota Madiun. Terkait hal itu, ada dua kemungkinan yang akan terjadi nanti setelah saya ke Jakarta. Yakni, kembali ke Madiun atau tetap di Jakarta. Kalau bisa pulang, alhamdulillah. Kalau tidak, saya siap 'sekolah' di Jakarta," ujar Bambang.
Ia juga sempat menyebut Wakil Wali Kota Sugeng Rismiyanto yang akan menggantikannya jika risiko buruk terjadi. Ia mengaku siap menghadapi kasus dugaan gratifikasi dana proyek pembangunan Pasar Besar Madiun (PBM) yang kini sedang menjeratnya.
Bambang juga meminta seluruh kepala SKPD dan staf di Pemkot Madiun kompak serta membantu tugas Wakil Wali Kota Sugeng Rismiyanto untuk membangun Kota Madiun lebih sejahtera.
Ia tidak menampik, kedatangan tim KPK ke Madiun seminggu yang lalu membuat dirinya kaget. Kasus tersebut telah "memukul" keluarga besarnya.
Sang istri hingga kini masih "shock". Begitu pula anak dan cucunya. Namun, dia menganggap hal itu sebagai risiko pekerjaan dan politik yang dipilihnya.
Pascapenetapan sebagai tersangka, yang bersangkutan masih bertugas seperti biasa. Belum diketahui secara pasti kapan Wali Kota Madiun Bambang Irianto akan menjalani pemeriksaan KPK.
Pihaknya diminta untuk menyiapkan penasihat hukum dulu. Ia juga mengaku sejauh ini belum menunjuk siapapun menjadi tim pembelanya.
Beredar informasi, yang bersangkutan akan menjalani pemeriksaan di Jakarta, hanya saja jadwal pastinya belum diketahui.
Seperti diketahui, KPK menetapkan Wali Kota Madiun Bambang Irianto sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi gratifikasi terkait pembangunan Pasar Besar Kota Madiun tahun anggaran 2009-2012.
Dalam kasus tersebut, KPK sudah memiliki alat bukti yang kuat untuk menjerat Bambang Irianto sebagai tersangka dalam proyek senilai Rp76,5 miliar itu.
Bambang Irianto disangkakan pasal 12 huruf i atau pasal 12 B atau pasal 11 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(*)
Jalan Panjang Kasus Korupsi Pasar Besar Madiun
Sabtu, 22 Oktober 2016 16:17 WIB