Jombang, (Antara Jatim) - Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, KH Solahudin Wahid atau Gus Solah merestui gerakan Kaum Santri Peduli Desa (KSPD) untuk melakukan pengawalan Peraturan Bupati (Perbup) Jombang Nomor 05 Tahun 2016 tentang penggunaan Dana Desa (DD) .
Aktivis KSPD yang sebelumnya bernama KNPD (Kaum Nahdliyin Peduli Desa), harus berganti nama karena penggunaan nama KNPD dilarang PCNU setempat.
Selain merestui gerakan KSPD, adik kandung Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid) itu juga menyatakan bersedia menjadi pembina. Pernyataan tersebut disampaikan Gus Solah di depan para aktivis KSPD saat meminta restu di dhalem kasepuhan Tebuireng. Dari awal kedatangan para aktivis itu disambut baik oleh Gus Solah.
Para aktivis KSPD diminta menyampaikan gagasannya oleh Gus Solah. Tak pelak, Aan Anshori, salah satu juru bicara KSPD memaparkan hasil temuan dan kajiannya terhadap Perbup DD yang dinilai memasung kewenangan desa. Dimana, Pemkab Jombang terlalu mengintervensi desa melalui Perbub tersebut.
Diantara problem transaparansi yang ditemukan KSPD, karena adanya Perbup tersebut masyarakat tidak bisa mengagresi usulannya secara substantive untuk diakomodasi dalam perencanaan DD. Karena DD sudah diploting sedemikian ketat oleh Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko dalam Perbup yang berlaku menyeluruh bagi desa se kabupaten Jombang. Padahal kebutuhan setiap desa tidak sama.
”Ploting pos anggaran yang menyebut nominal secara spesifik dalam Perbup itu sangat rawan kepentingan politik yang jauh dari kebutuhan warga. Contoh nyata, miliaran uang DD yang digunakan PKK plesir ke Jakarta dengan alasan peningkatan kapasitas, padahal seberapa signifikan itu untuk warga,” kata Aan.
Dalam kesempatan tersebut, Aan juga menyebut ploting DD yang berpatokan pada Perbup produk Nyono itu rawan dimakelari. Semisal anggaran pembuatan seragam pengurus PKK 20 orang setiap desa x Rp 170.000x302 desa. PKK desa ditekan untuk membeli dari agensi tertentu yang kabarnya ditunjuk pendopo. Status makelar berkedok kepanitian juga diduga kuat dilakukan Pemkab dalam belanja alat fogging, training peningkatan kapasitas BUMDes dan pos lain.
”Ada anggaran senam sehat sekitar Rp 5 juta setiap desa. Kenapa bupati menguangkan kegiatan yang bisa menjadi inisiatif warga. Sudah tidak adakah kegiatan yang lebih prioritas yang berdampak terhadap kesejahteraan warga luas. Missal pendidikan, kesehatan, atau ketersediaan sanddang pangan dan papan,” tukas Aan.
Tak hanya itu, KSPD sudah menginventarisir berbagai pertentangan yang ada dalam Perbup tersebut terhadap regulasi diatasnya. Di antaranya, penetapan anggaran prioritas penggunaan DD yang tertuang dalam Pasal 9 ayat 1 poin b Perbup Jombang tersebut telah merampas kedaulatan dan kewenangan Desa. Hal ini bertentangan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa pasal 18 yang berbuyi: Kewenangan Desa meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat Desa.
Di samping itu, Perbup itu juga menentang Peraturan Pemerintah (PP) RI No. 60 tahun 2014 Pasal 22 Ayat (1 dan 3), Peraturan Menteri Desa (Permendes) No. 21 tahun 2015 pasal 4, serta lampiran Peraturan Menteri desa, pembangunan Daerah tertinggal, dan transmigrasi Republik indonesia nomor 21 tahun 2015 Tentang penetapan prioritas penggunaan Dana desa tahun 2016
Gus Solah yang menerima pengaduan tersebut lantas memberikan dukungan kepada KSPD. ”Tidak apa-apa saya saja yang jadi Pembina. Ini gerakan positif untuk masyarakat luas,” tuturnya.
Ia pun menegaskan bahwa segala sesuatu yang tidak sesuai dengan peraturan tidak perlu dipatuhi. Termasuk desa yang tidak perlu mengikuti Perbup DD bermasalah tersebut. ”Kalau seperti itu, desa harus melawan. Kalau DD itu sudah kewenangan desa untuk mengelolanya, bukan Pemkab,” tegas Gus Solah. (*)