Surabaya (Antara Jatim) - Sekitar 3.500 delegasi dari 116 Negara yang melakukan konferensi The Third Preparatory Meeting for UN Habitat III di Kota Surabaya selama tiga hari, 25-27 Juli 2016, akhirnya menyepakti Zero Draft New Urban Agenda (NUA) yang akan dibawa ke UN Habitat III, di Quito Oktober mendatang.
"Meski mengakui sidang berjalan alot, namun pada prinsipnya semua peserta sidang sudah sepakat akan adanya konsep Zero Draft NUA tersebut," kata Sekjen UN Habitat III Joan Clos saat menggelar jumpa pers di Surabaya, Rabu malam.
Pria berkebangsaan Spanyol ini menjelaskan hal ini menunjukkan komitmen yang sangat kuat dari mereka untuk menyepakati adanya New Urban Agenda. "Semua delegasi sudah solid dan konsesus sudah dicapai," kata pria yang juga mantan Wali Kota Barcelona ini.
Selanjutnya, Joan Clos juga menjelaskan bahwa seluruh isu perkotaan sudah dimasukkan dalam zero draft tersebut, mulai dari pendidikan, kesetaraan, kemiskinan, dan juga permukiman.
Akan tetapi, lanjut dia, ada dua poin yang menjadi main point dalam pembahasan NUA tersebut, yaitu adalah urbanisasi sebagai tools atau alat dari pembangunan kota dan yang kedua dalah tentang perubahan iklim.
"Untuk pembahasan perubahan iklim kesepakatan yang ada dan NUA ini harus sejalan dengan KTT perubahan iklim di Paris tentang penurunan temperatur sampai 2,5 derajat. Dan akhirnya sudah disepakati," kata Joan Clos.
Sedangkan masalah urbanisasi, Joan Clos menjelaskan adan banyak yang dipersoalkan di dalam setiap sidang selam tiga hari. Dimana perdebatan itu menghasilan dalam szero draft tersebut, adalah pemerintah harus membuat regulasi yang bijak untuk meuwujudkan adalah keseimbangan dalam urbanisasi.
Masalah yang harus diatasi yang pertama adalah soal konsumsi lahan. Dikatakan Joan Clos, selama dua puluh tahun belakangan, urbanisasi selalu memakan banyak lahan yang dimanfaatkan untuk permukiman, perindutrian, tempat hiburan, dan juga untuk bangunan yang berssifat komersial. Padahal hal ini bisa berbahaya karena dengan semakin tingginya arus urbanisasi maka lahan agrikulutural juga akan terus berkurang.
"Oleh sebab itu kami menyarankan pembangunan kota ke depan harus dioerientasikan pada pembangunan bangunan-bangunan yang mix-use (multiffungsi). Sebab jika okupansi lahan semakin berkurang untuk bangunan komersial maka juga akan semakin memancing adanya mobilitas ke dalam kota," katanya.
Selain itu, lanjut dia, kota juga harus bisa membuat regulasi untuk membuat rumah tidak mahal sehingga penduduk di kota bisa mendapatkan tempat tinggal.
Permasalahan selanjutnya menurutnya adalah soal kemiskinan. Dalam mengendalikan urbanisasi agar bisa mendatangkan dampak positif, Joan Clos menyebutkan dalam NUA ini disepakati bahwa adanya urbanisasi harus disertai dengan kontrol kualitas masyarakat urban.
Ia mengatakann pendatang itu harus dilatih. Paling tidak kota harus menyediakan kursus agar pendatang ke kota tidak jobless hingga menimbulkan ancaman kemanan dan juga terorisme.
"Lalu masalah yang terakhir adalah soal budgeting. Pembangunan kota itu semua bisa diwujudkan dengan adanya efisiensi bugdet dari pemerintah. Dimana pemerintah juuga harus pandai menghitungkan cost yang ia keluarkan," kata Joan Clos.
Meski suddah mencapai konsesus, namun, sidang penutupan Prepcom 3 di Grand City Convex masih berlangsung di tengah malam. Hal ini dikarenakan mereka masih harus merapatkan soal tindak lanjut dan juga format pelaksaan di tahun pertama setelah NUA ini disepakati.
"Ini masih akan kita diskusikan. Tapi memang sekali lagi dibutuhkan komitmen yang kuat lantaran di tahun tahun pertama pasti akan berat," katanya. (*)
3.500 Delegasi Prepcom3 di Surabaya Sepakati Konsep NUA
Rabu, 27 Juli 2016 20:49 WIB
Meski mengakui sidang berjalan alot, namun pada prinsipnya semua peserta sidang sudah sepakat akan adanya konsep Zero Draft NUA tersebut