Surabaya (Antara Jatim) - Wali Kota Surabaya Tri Rismaharin meresmikan Ruang Publik "Penyambung
Rasa" yang diberi nama Balai Budaya Cak Markeso di Kampung Ketandan RW
IV, Kelurahan Genteng, Kecamatan Genteng, Surabaya, Rabu.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan keberadaan Kampung
Ketandan yang dikepung oleh bangunan hotel dan juga mal, sangat krusial
untuk menghidupkan pusat kota.
"Sebab, kampung ini berada tepat di jantung Kota Surabaya, hidup
selama 24 jam karena warganya aktif berinteraksi. Beda dengan kawasan
pertokoan yang sudah mati ketika pukul 22.00 WIB," kata Risma saat
meresmikan Balai Budaya Cak Markeso bersama beberapa delegasi The Third
Session Preparatory Committe (Prepcom) 3 for Habitat III.
Balai Budaya yang berada di tengah-tengah permukiman warga ini akan
menjadi penyambung rasa bagi warga Ketandan dalam berinteraksi dan
berdiskusi tentang segala hal terkait lingkungan tempat tinggalnya.
Menurut dia, warga setempat yang selama ini menjaga kehidupan kota
selama 24 jam karena toko-toko tutup pukul 22.00 WIB. "Karena itu, saya
berusaha semampu saya untuk mempertahankan kampung ini. Karena sejarah
Surabaya itu terbentuk dari kampung-kampung," ujarnya.
Pembangunan joglo yang difungsikan sebagai pendopo ini merupakan
hasil kerja sama United Cities Local Goverment Asia Pacific (UCLG
ASPAC), UN Habitat dan Pemkot Surabaya.
Selain itu, lanjut dia, pembangunan ruang publik ini merupakan
dukungan UCLG ASPAC kepada Pemkot Surabaya dalam mewujudkan pembangunan
Surabaya menjadi kota yang berkembang secara berkelanjutan.
Sekjen UCLG ASPAC, Bernardia Irawati Tjandradewi mengatakan, ruang
publik bukan hanya berupa ruang terbuka hijau, tapi juga berupa bangunan
yang bisa difungsikan warga untuk berkumpul dan memperkuat interaksi
sosialnya.
Balai Budaya tersebut diberi nama Cak Markeso-tokoh ternama
ludruk--dengan tujuan untuk mempersatukan dan memelihara warisan budaya
di area tersebut.
"Dan Balai Budaya ini tidak akan mungkin berdiri tanpa adanya peran
dari warga. Saya dengar warga bahkan tidak tidur untuk membangun ini.
Itu membuat mereka merasa memiliki bangunan ini," ujar Bernardia.
Bernardia mengaku sebelumnya sudah pernah berkunjung ke Ketandan.
Dan, setiap datang ke kampung yang berada di sebelah barat ruas Jalan
Tunjungan (sekitar 100 meter arah Selatan dari Siola), dia mengaku jatuh
cinta dengan guyubnya masyarakat di sana.
"Saya senang Kampung Ketandan ini. Masyarakatnya saling support
untuk membenahi kampung. Lingkungannya juga aman. Saya dengar Bu Risma
juga dua kali membantu mengecat bersama warga," ujarnya.
Peresmian Balai Budaya tersebut menjadi momen bersejarah bagi warga
Ketandan. Karenanya, warga antusias menyemarakkan acara tersebut.
Mereka juga menampilkan beberapa produk kerajinan warga, serta menjamu
para delegasi Prepcom III dengan makanan khas Ketandan. Anak-anak muda
di Ketandan juga merespons positif diresmikannya ruang terbuka tersebut.
Sekretaris Karang Taruna Kampung Ketandan, Carla Della mengatakan
ia bersama rekan Karang Taruna lainnya berencana menjadikan joglo
tersebut sebagai pusat bertemu dan berkegiatan. Termasuk juga pelatihan
seni budaya tradisional seperti tari remo dan ludruk.
"Di sini ada anak-anak yang aktif mengikuti pelatihan tari remo,
juga ludruk. Untuk pendopo ini, kami juga inginnya difungsikan sebagai
sanggar kecil-kecilan untuk latihan tari dan juga ruang publik," kata
mahasiswa jurusan Sastra Indonesia di Universitas Negeri Surabaya ini. (
)
Risma Resmikan Ruang Publik "Penyambung Rasa" Surabaya
Rabu, 27 Juli 2016 18:40 WIB
Sebab, kampung ini berada tepat di jantung Kota Surabaya, hidup selama 24 jam karena warganya aktif berinteraksi. Beda dengan kawasan pertokoan yang sudah mati ketika pukul 22.00 WIB