Surabaya, (Antara Jatim) - Penyaluran kredit yang dilakukan oleh PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur (Bank Jatim) hingga Mei 2016 mencapai Rp29,13 triliun, atau naik 5,85 persen dibanding periode yang sama tahun lalu, karena membaiknya iklim ekonomi nasional.
"Kondisi ekonomi yang membaik sejak awal tahun 2016 membuat penyaluran kredit meningkat," ucap Direktur Utama Bank Jatim, R Soeroso, usai Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) di Kantor Bank Jatim, Jumat.
Ia mengatakan Bank Jatim hingga Mei 2016 juga mencatatkan peningkatan total aset sebesar Rp52,69 triliun atau naik 10,70 persen dibanding periode yang sama dengan laba sebelum pajak sebesar 13,02 persen atau setara Rp675,16 miliar, dan laba bersih sebesar Rp477,21 miliar atau naik 13,50 persen.
Soeroso menjelaskan, mayoritas penyaluran kredit pada 2016 didominasi oleh sektor konsumtif, dengan berkontribusi 64 persen dari total penyaluran kredit, kemudian sektor produktif atau investasi hanya sebesar 36 persen.
"Kami khawatir jika sektor konsumtif terus mendominasi penyaluran kredit, akan memicu inflasi karena tidak adanya perputaran uang dari penyaluran kredit tersebut," kata Soeroso.
Oleh karena itu, Soeroso berencana menggenjot sektor produktif untuk meningkatkan penyaluran kredit tahun 2016, sehingga diharapkan mampu mengontrol laju inflasi agar tetap stabil.
Salah satu yang akan disasar adalah Usaha Kecil Mikro dan Menengah (UMKM), sebab Bank Jatim juga telah menerima "loan agreement" (perjanjian pinjaman luar negeri) sebesar Rp400 miliar dengan bunga lunak 2 persen.
"Saat ini di Jatim ada 6,8 juta UMKM aktif, dan selama ini kami sudah membantu UMKM dari luar Jatim. Sekarang, saatnya kami fokus untuk menyalurkan kredit ke UMKM untuk menggerakan industri primer di Jatim," katanya.
Ia berharap, dengan menggenjot sektor produktif laju inflasi di Jatim bakal melaju positif, sebab perputaran uang yang terjadi akan makin besar, dan memperkuat pertumbuhan ekonomi serta pemerataan pendapatan masyarakat.
"Selain itu, dengan fokus ke sektor produktif kami juga bisa menekan Non Performing Loan (NPL) atau kredit macet, karena sektor produktif bakal memutarkan uangnya sehingga pembayaran lebih lancar. Itu jelas berbeda dengan sektor konsumtif yang potensi kesulitan membayar sangat besar," katanya.(*)