Malang (Antara Jatim) - Universitas Brawijaya Malang, berhasil meraih posisi "runner up" dan menggondol medali perak pada The 7th International Engineering Invention and Innovation Exhibition (i-ENVEX) 2016 yang digelar di University Malaysia Perlis (UniMAP), 8-10 April 2016.
Dalam kompetisi itu Universitas Brawijaya (UB) diwakili oleh dua mahasiswa Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik (FT) UB, yakni Rhezaldian Eka Darmawan dan Surya Diki Andrianto yang menampilkan hasil penelitian mereka soal pengawet makanan yang terbuat dari ampas tebu.
"Kami harus bersaing dengan para inovator muda dari berbagai negara dan karya kami juga harus bersaing dengan 400 karya (hasil penelitian) dari peneliti muda di bidang teknologi tersebut. Kami bersyukur mampu meraih juara dua," kata Rhezaldian Eka Darmawan, salah satu mahasiswa yang mewakili UB, di Malang, Jawa Timur, Rabu.
Sejumlah negara yang berpartisipasi di ajang tersebut, antara lain adalah Rumania, Polandia, Amerika Serikat, Hongkong, Thailand, Malaysia, Kamboja, Bulgaria, Mesir, Irak, Kanada, Uni Emirat Arab, Jepang, Cina, Korea Selatan, India, Taiwan, Moldova, Indonesia, dan Vietnam.
Selain medali perak, mahasiswa UB tersebut juga memperoleh Honor of Invention (Special Award) dari Perwakilan Organisasi Inovasi SVSIC India atas penemuan yang mereka lakukan.
Lebih lanjut, Rheza mengatakan karya yang dipaparkan di ajang tersebut adalah hasil inovasi pengawet makanan yang terbuat dari ampas tebu dengan nama Bagasse Edible Coating. Aplikasinya dapat digunakan untuk sayuran, buah, dan daging, karena sifatnya melapisi buah agar tidak terjadi oksidasi dan produk yang dilapisi lebih tahan lama.
Ia mengemukakan produk telah telah diujicobakan pada buah apel. Dari hasil pengujian, apel utuh dengan kulit bisa bertahan hingga 75 hari, namun bila dikupas, hanya bisa bertahan hingga 5 hari. "Bahan ini aman karena terbuat dari bahan food grade. Jadi langsung bisa dimakan dan tidak perlu dicuci," urainya.
Rheza mengaku ide penemuan terinspirasi dari proses pengiriman buah ekspor impor yang membutuhkan waktu cukup lama. Akibatnya, banyak buah yang busuk dan mengering sehingga petani lokal banyak mengalami kerugian.
Selain itu, lanjutnya, saat ini beberapa buah impor kulitnya dilapisi oleh wax atau lilin yang bertujuan menghambat proses pembusukan. Namun, zat ini berbahaya sehingga harus dicuci sebelum dimakan.
"Petani rugi di segi transportasi yang memakan waktu lama sehingga banyak buah busuk dan layu. Akhirnya ketika sampai di konsumen, produk kita kalah dengan buah impor," katanya.
Ia menjelaskan produk ini merupakan pengembangan alternatif dari produk-produk pengawet serupa yang telah dikembangkan oleh tim. Sebelumnya, tim telah mengembangkan pengawet buah dari susu sisa dan polisakarida dan setiap produk memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Sementara itu, pada kompetisi di Malaysia tesrebut sebagai juara 1 berasal dari Rumania dan Juara 3 dari University Sains Malaysia (USM). I-ENVEX 2016 diselenggarakan oleh ENVEX Young Researcher Club (EYReC), University Malaysia Perlis (UniMAP), dan Kementerian Perguruan Tinggi Malaysia. (*)
Universitas Brawijaya "Runner Up" I-ENVEX Malaysia
Rabu, 13 April 2016 7:10 WIB