Surabaya (Antara Jatim) - Anggota Komisi C DPRD Surabaya Vinsensius Awey menyatakan banjir yang
terjadi di perkampungan Kota Surabaya merupakan akibat tidak
terkoneksinya saluran air dan letak perkampungan itu lebih rendah dari
kawasan perumahan di sekitarnya.
"Hal itu terjadi karena perubahan peruntukan, harusnya dipikirkan
matang-matang masalah saluran airnya. Salah satunya di kawasan Wiyung
yang dahulunya sebagian besar adalah lahan pengairan atau sawah, namun
seiring waktu berubah menjadi kawasan perumahan," kata Vinsensius Abey
di Surabaya, Senin.
Ia mengatakan akibat wilayah perumahan berada di dataran yang lebih
tinggi, kawasan pemukiman lama menjadi tenggelam. Untuk mengantisipasi
banjir di perkampungan, selain pengawasan, harus ada kajian drainase
yang benar.
"Jangan pengembang buat saluran seenaknya, mengubah eksisting yang tadinya lurus menjadi bengkok," katanya.
Vinsensius mengatakan, jika pengembang tidak mengikuti kajian
drainase, pemerintah kota semestinya mengubah eksisting pemukiman yang
padat penduduk tersebut. "Kalau ada kajian yang baik, pemukiman lama
tidak menjadi korban banjir," katanya.
Menurut dia, jika tak ada koneksi saluran air yang satu dengan
lainnya, limpahan air hujan tak bisa terbuang ke sungai, bahkan ke laut.
"Karena terjadi bottle neck, akhirya air meluber ke jalanan atau
pemukiman," katanya.
Ia berharap berharap dalam penuntasan masalah banjir, pemerintah
kota melakukan mapping dan memperhatikan skala prioritas daerah mana
yang didahulukan.
"Sepertinya sekarang ini penyelesaiannnya sporadis. Yang satu belum selesai, pindah ke lainnya," katanya.
Vinsensius mengakui berdasarkan tipologi dataran di Kota Surabaya
lebih rendah dari laut. Artinya, kawasan di kota pahlawan ini rentan
terjadi banjir.
Untuk itu, kata dia, dalam menyelesaikannya selain membutuhkan
mapping daerah langganan banjir, menelusuri penyebabnya, juga perlu
memetakan penyelesaiannya seperti apa.
"Karena tiap daerah persoalannya bisa berbeda," katanya.
Selain itu, lanjut dia, di daerah langganan banjir, optimalisasi
mesin pompa harus dilakukan. Apabila kapasitasnya kurang, perlu
penambahan daya. Di sisi lain, banyaknya proyek pengerjaan saluran air
yang belum tuntas juga menjadi penyebab banjir.
Ia mencontohkan di wilayah Surabaya Barat dan Selatan, konversi
saluran irigasi menjadi drainase yang terbengkalai dari Banyu Urip
hingga Kandangan dan Sememi mengakibatkan, air meluap ke jalan.
"Pengerjaan belum selesai, buntu, akhirnya air meluber," katanya.
Awey mengakui banyak faktor penyebab terjadinya banjir seperti
endapan yang tingi pada saluran air, bisa jadi juga menjadi penghambat
aliran air. Untuk itu, pihaknya meminta Dinas PU, Bina Marga adan
Pematusan intensif melakukan pembersihan dan pengerukan saluran.
Pada 2015, total anggaran Dinas PU, Bina Marga dan Pematusan untuk
menyelesaikan proyek fisik sebesar Rp1,3 triliun. Salah satunya untuk
mengatasi banjir. Dari jumlah itu serapannnya mencapai hampir 80 persen,
sedangkan tahun 2016, alokasi anggaran menurun menjadi Rp1,1
triliun.(*)
Legislator : Banjir Surabaya Akibat Saluran Air Tak Terhubung
Senin, 8 Februari 2016 18:29 WIB
Karena perubahan peruntukan, harusnya dipikirkan masalah saluran airnya