Gresik, (Antara Jatim) - Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Ciputra, Surabaya Hendrasmoro mengatakan membakar ilalang dan bekas jerami di areal persawahan menyebabkan mikroorganisme yang bisa menyuburkan tanah itu menjadi berkurang.
"Kita menyayangkan pengolahan lahan yang dilakukan petani di wilayah Gresik yang membakar ilalang dan bekas jerami di areal persawahan," ucap Hendrasmoro, di Gresik, Jatim, Rabu.
Hendrasmoro datang ke Gresik untuk melakukan kunjungan lapangan yang dikoordinasikan Universitas Ciputra bersama karyawan "Dow Chemical" sebuah perusahaan kimia asal Amerika yang tergabung dalam program "Dow Leadership in Action".
Ia mengatakan, kunjungannya ke Gresik, tepatnya di Dukuh Lingsir, Desa Slempit, Kecamatan Kedamean untuk mengetahui alasan rendahnya produksi pertanian di wilayah itu, padahal lokasi desa berada di wilayah tadah hujan yang dikenal cukup subur.
"Anehnya produksi padi saat panen di musim hujan pun hanya berkisar 6 hingga 6,3 ton per hektar, padahal idealnya menghasilkan 10 ton padi per hektar sawah," katanya.
Oleh karena itu, Hendrasmoro melakukan penelusuran di daerah tersebut untuk mencari tahu apa penyebab minimnya produktivitas padi, padahal tanah di daerah itu subur, dengan banyak tersedia bibit unggul, pupuk dan input pertanian lainnya.
"Kami mencoba membawa contoh tanah dari desa itu untuk diujikan ke Universitas Gajah Mada (UGM), dan kami ambil dua sampel tanah yang produktivitasnya tinggi dari daerah lain untuk mendapatkan perbandingan. Kami meminta agar unsur hara dan kandungan mikroba pada kedua sampel tanah diuji," ujar Hendrasmoro.
Setelah itu, diketahui dari hasil pengujian sampel menunjukkan tanah di Dukuh Lingsir memiliki kandungan hara cukup bagus terutama nitrogen, fosfor dan kalium (NPK), namun yang sangat disayangkan tanah jenis lempung di daerah itu justru sangat rendah kandungan mikroorganismenya.
"Harusnya tanah pertanian itu mengandung 2 juta mikro organisme per gram tanah, dan kandungan mikrobio hanya 200 ribu per gramnya," ucapnya.
Setelah ditanyakan kepada sejumlah petani, ternyata kebanyakan petani melakukan pengolahan lahan dengan membakar ilalang dan bekas jerami di areal persawahan, hal ini mengakibatkan rendahnya kandungan mikroorganisme lahan.
"Membakar tanaman," katanya.
Salah satu petani, Sumiaji mengaku membakar ilalang dan sisa jerami adalah budaya yang terus menerus dilakukan, agar jerami dan ilalang yang sudah mengering itu bisa cepat mati dan petani bisa segera menanam kembali.
"Kalau tidak dibakar bersihnya lahan kami cukup lama, padahal kami harus segera menanam," ujar Samiaji, yang juga salah satu anggota kelompok tani setempat.
Sementara itu, berdasarkan observasi dan diskusi dengan petani dan kelompok tani, Universitas Ciputra dan Tim Dow berencana memformulasikan strategi pengelolaan lahan yang akan membantu petani merekonstruksi lingkungan dan lahan yang efisien dan efektif, agar tanah di Dukuh Lingsir kembali subur.(*)